Pelayanan Kesehatan di Papua, Sumber : Klinik Asiki |
Menurut Data BPS, Pada tahun 2006 Nusa Tenggara Timur memegang rekor tertinggi kematian Ibu dan Anak. Salah satu penyumbang angka kematian tertinggi adalah dari persalinan yang tidak didampingi oleh tim medis yang sesuai. Seperti yang dikatakan oleh komika dan pemain film “Susah Sinyal” dan “Cek Toko Sebelah”, Abdur Arsyad. Dirinya mengakui bahwa, Ia sendiri lahir melalui bantuan tangan Dukun beranak bukan dari tenaga medis. Katanya, rekan-rekan sebayanya di Indonesia Timur rata-rata lahir dibantu oleh Dukun Beranak juga. Padahal resiko kematian Ibu dan Anak sangat tinggi, ketika lahir tanpa bantuan tenaga medis yang memadai.
Abdur Arsyad & Arie Kriting dalam Film Susah Sinyal, Source : Kapanlagi.com |
Alasan memilih dukun beranak tentu bukan tidak ada rumah sakit disana. Sebenarnya ada fasilitas kesehatan, tapi sangat jauh. Maka ketika seorang ibu sudah mengalami kontraksi (keadaan tanda-tanda akan melahirkan), orang-orang tua disana lebih memilih memanggil Dukun Beranak sebagai pilihan utama. Selain karena sudah turun menurun, juga karena paling mudah untuk diakses.
“Tim medis kurang, transportasi susah, rumah sakit jauh. Yang dekat itu, hanya malaikat maut saja.” Kata Abdur Arsyad dengan logat timurnya.
Bayangkan saja, ketika seorang ibu ingin melahirkan, mereka harus naik Kapal Bermotor untuk melewati Selat, kemudian dilanjutkan dengan naik mobil ambulans menuju Rumah Bersalin terdekat. Coba dibandingkan dengan memanggil dukun beranak yang letaknya hanya satu-dua desa saja jaraknya. Tentu, akal nalar manusia, akan mencari alternatif yang jauh lebih mudah daripada memilih melahirkan ditempat bersalin.
Seorang Ibu melahirkan dibantu oleh Dukun Beranak di NTT, Sumber Foto : detiknews |
Masalah ini, bukan hanya terjadi di Nusa Tenggara Timur saja, hampir semua daerah pedalaman atau daerah pelosok mengalami masalah yang sama, yaitu akses fasilitas kesehatan yang kurang. Jika kita lihat data BPS tahun 2019, Provinsi Papua dan Papua Barat tercatat sebagai provinsi dengan rasio jumlah puskesmas terendah, yaitu 0,7 Puskemas di setiap kecamatan. Artinya, Kedua Provinsi tersebut tidak memiliki Puskesmas. Coba dibandingkan dengan Provinsi DKI Jakarta, yang memiliki rasio 7,3 Puskesmas. Artinya satu Kecamatan bisa memiliki rata-rata 7-9 Puskesmas.
Strategi Tunggu Bola tidak Efektif di Daerah Pedalaman
Tunggu bola adalah istilah yang sering digunakan dalam strategi marketing pada awalnya. Istilah tersebut merujuk dengan kegiatan membuka sebuah bisnis/usaha kemudian menunggu pelanggan datang. Strategi ini sering digunakan di dunia fasilitas kesehatan, hanya saja strategi ini cocok untuk fasilitas kesehatan di Kota-Kota besar. Lihat saja Puskesmas dan Rumah Sakit di Jakarta tidak pernah sepi dari pasien ataupun pengunjung. Apalagi dimasa pandemi covid-19 seperti ini, bisa-bisa penuh ruang inap disana. Tapi apa strategi ini works di daerah pedalaman? Sayangnya tidak, menurut data BPJS tahun 2016, klaim Jaminan Kesehatan Nasional di Nusa Tenggara Timur hanya 800 Juta Rupiah untuk penyakit grup kardiovaskuler sedangkan DKI Jakarta yang penduduknya dua kali lipat dari NTT klaim JKN sudah mencapai 3,5 Milyar Rupiah.
Beberapa alasan yang menjadi penyebab mengapa masyarakat pedalaman tidak menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia. “Jarak yang Jauh, Medan yang berat, tidak ada sarana transportasi untuk mencapai Faskes terdekat” Seperti yang diutarakan oleh Abdur Arsyad. Lantas, apa solusi yang bisa menyelesaikan permasalahan ini ?
Strategi Jemput Bola
Mari kita coba tilik alternatif yang kedua, yaitu strategi Jemput Bola. Dalam dunia Marketing, Jemput Bola merupakan sebuah strategi dimana pemilik usaha menawarkan / promosi dari rumah-kerumah calon pelanggannya. Dalam hal kesehatan, bagaimana sebuah fasilitas kesehatan mendatangi warga, masyarakat untuk memberikan penyuluhan, serta pengobatan langsung terjun ke rumah-rumah masyrakat agar mendapatkan dalam mewujudkan Kesehatan yang Baik untuk Sesama.
Klinik Asiki, Menjemput Bola demi Kesehatan Merata di Papua
Klinik Asiki yang dibangun oleh Korindo Group di Boeven Digoel, Papua I Sumber Foto: korindo.com |
Penerapan strategi jemput bola juga dilakukan di daerah Papua, tepatnya di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua. Daerah ini masuk sebagai salah satu daerah paling timur Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Papua Nugini. Uniknya, terobosan yang luar biasa ini datang dari pihak swasta yaitu dari Korindo Group melalui anak perusahaannya PT. Tunas Sawa Erma (TSE).
Bersama dengan KOICA (Korea International Coorperation Agency), Korindo Group telah membangun klinik modern yang bernama Klinik Asiki. Klinik ini memberikan pelayanan kesehatan bagi Putra daerah dan masyarakat Papua yang tidak mampu secara gratis. Iya, kamu tidak salah dengar lagi, pelayanan yang dilakukan disini Gratis.
“Lewat Klinik Asiki, kami berharap dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di Boven Digoel,” ujar Yulian Mohammad Riza dalam keterangannya kepada korindo news, Kamis (12/9/2019)
Gedung Klinik Asiki terbangun diatas Tanah seluas 1.100 meter persegi, klinik memiliki fasilitas seperti ruang rawat jalan, rawat inap, ruang bersalin, perawatan bayi, IGD, ruang bedah, USG, farmasi dan fasilitas-fasilitas kesehatan pendukung lainnya.
"Saya tidak menyangka, di daerah terpencil ada klinik besar (Klinik Asiki) dengan fasilitas yang setara dengan puskesmas di kota besar," ujar dr. Anurman Huda,MM.,AAK selaku Deputi BPJS Divisi Regional XII Papua-Papua Barat saat menilai Klinik Asiki (2018),
Mobile Service, Program Cerdas dari Klinik Asiki
Salah satu dari 8 Program Klinik Asiki adalah penyuluhan dan pelayanan kesehatan dengan menjemput bola menggunakan layanan Mobile Service. Para tim medis melakukan upaya promotif dan pelayanan kesehatan dari kampung ke kampung lainnya. Menyadarkan warga-warga pedalaman mengenai pentingnya kesehatan. Pentingnya melahirkan anak di Klinik yang memiliki fasilitas dan Tenaga Medis yang memadai.
Perjuangan Tim Mobile Service tergolong tidak mudah, mereka harus menembus hutan-hutan dan sungai menuju ke pelosok Desa. Menembus segala bentangan alam disana yang tidak mudah. Misalnya saja harus menempuh tantangan berat di Sungai Digoel, yang merupakan salah satu dari 5 Sungai terpanjang di Indonesia.
Mereka membawa kebutuhan kesehatan seperti obat-obatan, vitamin, makanan tambahan bergizi serta alat medis cek kesehatan. Program penyuluhan ini pun terintegrasi dengan program Posyandu dari Puskesmas setempat.
Mari kita lihat sebuah perjuangan dari Tim Mobile Service Klinik Asiki.
Tim medis Klinik Asiki secara aktif menjemput ibu hamil agar bisa melahirkan di klinik dengan prosedur medis yang tepat. Hal ini membuat angka kematian ibu hamil dan ibu melahirkan menjadi nihil.
Klinik Asiki berperan dalam membantu menurunkan Angka Kematian Ibu dan Anak (AKI) di Kabupaten Boven Digoel, Juga berperan penurunan kasus Gizi Buruk di Kabupaten Asmat, Penurunan Angka Penyakit Malaria, TBC.
Apresiasi dari Kerja Keras
Kontribusi Klinik Asiki yang dibangun oleh Korindo Grup ini telah mendapat apresasi oleh masyarakat dan pemerintah. Terbukti dengan dianugerahkan Predikat Klinik Terbaik ditingkat Propinsi Papua dan papua Barat oleh BPJS Kesehatan pada tahun 2017 dan 2018. Serta mendapatkan penghormatan dalam Pertemuan nasional FKTP BPJS Kesehatan Tahun 2018.
Mempercepat pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan termasuk di Wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) serta menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu program Nawa Cita Pemerintah, yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Melalui Klinik Asiki, Upaya Korindo Group meningkatkan kualitas kesehatan warga pedalaman telah sukses membantu mewujudkan cita-cita bangsa ini.
Ketika strategi Marketing diterapkan di Dunia Kesehatan, hasilnya joss ya Pak
BalasHapusIya Pak. Salah satu penyebab mereka tidak mau berobat di bidang medis ya karena faktor medan yang berat. Jemput Bola bsa menjadi salah satu solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Daripada menunggu pasien datang berobat, mending kita yang jemput mereka.
HapusKalau butuh relawan, Kabar-kabar Pak. saya mau ikut.
HapusDi IG banyak Pak. Relawan Medis sangat dibutuhkan disana.
HapusWih. Keren juga di Pedalaman Papua ada Klink secanggih itu. Puskesmas deket rumah aja kalah. hehe :D
BalasHapusWih. . Rumahnya dimana Pak Andi? barang kali Pemkab dengar, biar bisa dibenahin lagi layananan kesehatannya. hehe
HapusWeh. Belum Berani pak. hehe
HapusTulisan yang bagus Pak Ridlo. Kebetulan saya lahir juga dibantu sama Dukun Pak. Sedih rasanya, Sekarang didaerah saya sih sudah lumayan tersosialisasikan mengenai pentingnya melahirkan dibantu sama tenaga medis yang mumpuni.
BalasHapusTurut Merasa Iba saya Kak, Mau bagaimana pun, Melahirkan tanpa bantuan tenaga medis yang memadai sangat beresiko Kak.
HapusAgak miris, kalau Perusahaan Swasta sampai turun tangan, Sedangkan Pemerintah Diam aja
BalasHapusPemerintahan sekarang sudah mulai menilik pembangungan di PAPUA mbak Eka, Sehubungan dengan adanya trans Papua menurut saya bakal jadi batu pertama untuk membuat Pelayanan Medis yang lebih baik lagi. Tinggal masalah waktu saja.
HapusSemoga Orang-orang Baik seperti Korindo Group ini terus Ada ya Pak Ridlo. Biar semakin Merata kesehatan di Negeri kita ini.
BalasHapusAamiin. .
HapusTulisan yang Bagus Pak. Kesehatan merupakan Hak segala warga negara.
BalasHapusSesuai amanat Undang-Undang ya Pak. hehe
HapusJemput Bola memang tetap harus dilaksanakan Pak. didaerah-daerah yang Medannya Berat.
BalasHapusItu bisa menjadi salah satu cara meningkatkan kualitas kesehatan di daerah pedalaman Bu.
HapusKesehatan Ibu dan Anak itu Penting sekali Pak. Sebagai calon generasi Penerus Bangsa kesehataan Anak wajib diperhatikan, tidak saja saat lahir, tapi juga pertumbuhannya hingga dewasa.
BalasHapusSetuju Pak. Masa Depan bangsa, akan jatuh ditangan mereka.
HapusSemoga Korindo, Bangun Klinik di Pedalaman NTB. Aamiin
BalasHapusBiar tulisan ini dibaca sama pihak yayasan ya. Aamiin
HapusBikin klinik di Kalsel dong? disini kliniknya kurang memadai alat medisnya. huhuu
BalasHapusGak nyangka di Papua, ada Klinik modern.
BalasHapus